Palestina merupakan suatu wilayah
yang terletak di antara tepi Sungai Yordan mencapai sebelah Selatan dari Laut
Mati hingga muara Teluk Aqabah. Kawasan ini berbentuk segitiga; bagian kepala
menuju ke Selatan dan ekornya ke Utara. Pada bagian kepala bertemu dengan ujung
teluk Aqabah, sedangkan bagian ekor memanjang dari laut mati hingga Laut
Tengah. Wilayah Palestina berada di ujung sebelah Barat dari Benua Asia,
membentang pada garis 15-34 dan 40-35 derajat Lintang Timur serta memanjang
pada garis 30-29 dan 15-33 Lintang Utara.
Kawasan ini bukan merupakan kawasan
yang subur dengan hasil alam yang melimpah. Hasil kekayaan alam yang ada hanya
terbatas pada jenis logam yang terpendam di dasar laut mati. Adapun hasil pertanianya,
di antaranya ialah jeruk limau, biji-bijian, serta zaitun. Kawasan ini menjadi
penting bukan karena hasil kekayaan alamnya, melainkan lebih karena bukan tiga
benua, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika, serta menghubungkan Laut Tengah dengan
Laut Merah. Wilayah Palestina berbatasan langsung dengan Lebanon, Suriah,
Yordania, Arab Saudi, serta Mesir yang artinya menghubungkan negara-negara Arab
di kawasan Benua Asia dengan negara-negara Arab di kawasan Benua Afrika.
Dalam beberapa literatur sejarah
dijelaskan bahwa bangsa Phunisia adalah bangsa yang pertama kali mendiami
wilayah tersebut, yaitu pada masa sekitar 3000 SM[1].
Mereka adalah para pelaut yang mengarungi laut Tengah hingga mencapai
bagianwilayah pesisir Lebanon, dan menganggap wilayah tersebut merupakan tempat
yang sesuai untuk menetap. Kawasan yang mereka jadikan tempat tinggal merupakan
suatu daerah tepi pantai dengan sempit, dibatasi oleh lautan dari sebelah Barat
dan pada sebelah Timur dikelilingi oleh deretan bukit batu yang terjal. Pada
tahun 2500 SM, mulai datang bangsa-bangsa lain yang pada ikut menetap, yaitu
bangsa Kanaan, Amon, dan Yebus. Bangsa-bangsa ini datang dari wilayah
Semenajung Arab. Bangsa Kanaan tinggal di daratan sebelah Selatan. Bangsa Yebus
menempati kawasan sekitar Jerusalem. Sedangkan bangsa ini merupakan asal-usul
bangsa Palestina yang dikenal pada masa sekarang.
Dalam literatur lain disebutkan
bahwa tanah Palestina dihuni oleh penduduk asli Palestina yang merupakan rumpun
bangsa Arab. Bangsa Palestina adalah keturunan dari orang-orang Kanaan dan
Filistin yang telah menetap di wilayah tersebut secara terus menerus selalma 40
abad.[2]
Mereka hidup selama berabad-abad, beradaptasi dalam bidang sosial, budaya,
agama, dan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya. Walau tidak jarang timbul
peperangan dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi. Ketika Israel dalam
kesulitan ekonomi dan kemarau yang panjang, mereka mulai mencari lahan
pemukiman baru, dan sumber ekonomi yang mampu mencukupi kebutuhan mereka.
Mereka kembali mengembara dan menetap di Mesir.
2. Pembahasan
v Palestina pada Masa Sebelum
Kedatangan Bangsa Arab
Wilayah Palestina terkenal dengan kota Jerussalem
sebagai kota suci, tempat yang diklaim sebagai bangunan suci oleh umat Yahudi
Nasrani dan Islam. Jerussalem menjadi kota yang paling diperebutkan oleh kedua
agama besar dunia. Jerussalem yang diklaim menjadi pusat pemerintahan Palestina
dan Israel sekrang telah dihuni oleh bangsa Yebus dan Kanaan sejak sekitar
tahun 1800 SM[3]. Pemberontakan
Yahudi terhadap Romawi terjadi sekitar pada tahun 66 M, dapat digagalkan oleh
Titus Kaisar Romawi. Pemberontakan Romawi terhadap Yahudi semakin menjadi
karena mereka membakar segala rumah, ibadah, istana dan peninggalan bersejarah
bagi Bani Israel.hingga akhirnya mereka diusir dari Jerussalem dan meninggalkan
tanah kelahiran mereka. Berbanding terbalik pada masa Kaisar Byzantium
Konstantin Agung, Jerussalem menjadi pusat agama Nasrani dan kota ini kembali
pada fungsi awalnya bahwa umat Yahudi diperkenankan untuk memasuki kota. Pada 614 M Palestina kembali dikuasai oleh
bangsa Persia.
v Palestina pada Masa Islam
Lingkungan etnis dan budaya bangsa Arab yang dikenal
dewasa ini mulai terbentuk seiring dengan masa penyebaran agama islam.
Penyebaran agama islam telah mempercepat proses Arabisasi dengan jangkauan yang
demikian luas. Dalam waktu yang singkat setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW,
bangsa Arab telah melakukan ekspansi dengan membangun imperium yang menguasai
tiga benua. Membentang dari bagian Selatan Laut Tengah dan Pesisir Samudra
Atlantik hingga melewati perbatasan India dan Cina. Kehadiran bangsa Arab
secara cepat diterima dan berbaur dengan kehidupan melangsungkan pernikahan
dengan penduduk Palestina. Pada masa inilah orang-orang palestina mengalami
proses Arabisasi, baik secara etnis maupun kultur, serta sebagian besar memeluk
agama islam.
Kedatangan Islam melaui bangsa Arab ke Palestina
telah membawa pengaruh besar hingga sekarang dengan penyebarab agama Islam juga
terjadi proses “Arabisasi” dalam budaya dan bahasa hingga sekarang islam
dipeluk oleh mayoritas bangsa Palestina. Di samping itu, keadaan Islam juga
telah suci bagi kaum Muslimin, selain Makkah dan Madinah di Arab Saudi. Pada
masa awal kekuasaan kaum Muslimin, Jerusalem merupakan tempat peribadatan yang
penuh kedamaian bagi umat Islam, Nasrani dan yahudi. Pada masa pemerintahannya
Khalifah Al-Hakim terjadi perlakuan yang tidak simpatik terhadap orang-orang
non-muslim yang datang berziarah ke Jerusalem dan di tetapkan peraturan bagi
Kristen yang berziarah ke sana. Peraturan sangat menyulitkan mereka.[4]
v Peristiwa Perang Salib Beserta
Pengaruhnya di Palestina
Disebabkan
oleh tersiarnya kabar mengenai penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang
Saljuk terhadap umat Nasrani yang melakukan ziarah, dan menghancurkan Gereja
suci yang dilakukan oleh salah seorang Khalifah Fatimiyah pada tahun 1009 M.
Sedangkan gereja tersebut merupakan tujuan beribu-ribu jama’ah Kristen dari
Eropa. Sebab lain Perang Salib yaitu permintaan bantuan dari Kaisar Alexius
Comnenus dari Byzantium pada tahun 1095 kepada Paus urbanus II dari Romawi karena
daerah-daerahnya dikuasai oleh Saljuk. Bahkan Konstantinopel sebagai ibukota
Byzantium juga terancam oleh Saljuk.[5]
Pasukan
Salib mengeksekusi orang-orang Arab dan sebagian lainnya diusir. Bangsa Eropa
menjadikan Jerusalem sebagai pusat agama Nasrani dan bagian dari wilayah
keuskupan Eropa. Gereja-gereja yang telah hancur kembali direnovasi. Selain itu
banyak dilakukan pembangunan. Di berbagai bidang di Jerusalem. Komunitas Barat
yang datang ke Palestina berasal dari Prancis, yang kemudian menetap di Jerusalem.
Setiap tahunnya Jerusalem ramai dikunjungi oleh ribuan penziarah umat Nasrani.
Tahun 1126, umat Islam mencoba bangkit kembali dari kekalahan. Dibawah pimpinan
Imaduddin Zanki bin Aqsnaqr, penguasa Mousul dan Irak, berhasil merebut kembali
Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144 M. Ketika dia wafat tahun 1146,
prjuangannya dilanjutkan anaknya Nuruddin Zanki yang berhasil menguasai kembali
Antiochia dan Edessa, tahun 1149 dan 1151 M.[6]
Di bawah kekuasaan bangsa Malmuk. Kota Jerusalem lebih merupakan pusat agama
ketimbang pemerintahan atau ekonomi. Mereka membangun berbagai lembaga
pendidikan. Palestina berkembang pesat menjadi salah satu pusat pengetahuan
Islam. Banyak dari berbagai kalangan datang menuntut memperdalam pengetahuan
agama Islam, khususnya dari kawasan Timur Tengah.
v Palestina pada Masa Kekuasaan Imperium
Turki Ustmani
Salah
satu kerajaan Islam adikuasa pada abad pertengahan yang disegani dan ditakuti
dunia adalah Dinasti Utsmani. Kerajaan ini muncul pada periode abad pertengahan
di saat fase munculnya tiga kerjaan besar yaitu kerajaan Utsman di Turki,
kerajaan Safawi di persia, dan Kerajaan Mughal di India.[7]
Beberapa ahli sejarah membagi kekuasaan Dinasti Utsmani kepada beberapa
periode. Syafiq Mughni memilah sejarah kekuasaan mereka ke dalam lima periode.
Periode pertama, antara tahun 1299-1402, merupakan masa berdirinya kerajaan dan
ekspansi pertama.[8]
Periode
kedua, 1402-1566 M, ditandai dengan upaya restorasi kerajaan dan cepatnya
pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Masa ini berlangsung sampai masa
kejayaan Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni dan
berhasil menaklukan Irak, Belgrado, Pulau Rodles, Tunis, Budapest dan Yaman. Dengan
kata lain, Palestina dapat menaklukan sebagian kecil dari wilayah Asia. Hingga
pada akhirnya Sultan Salim I dapat menaklukan bangsa Turki. Ke wilayah barat
hingga Mesir. Tahun 1517 ketika bangsa Palestina dan Jerussalem dikuasai serta
jatuh ke tangan Turki Usmani telah mengalami lonjakan penduduk yang cukup
tajam, hal tersebut dikarenakan di bangunnya tembok-tembok serta di tata
ulangnya sistem perekonomian terutama sektor perdagangan. Saat Sultan
Sulaiman berkuasa, Turki Usmani
mengalami masa keemasan dengan memperluas wilayh kekuasaannya yang mencakup
Asia Kecil, diantaranya Mesir, Libya, Tunis dan Aljazair di Afrika. Bulgaria,
Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongari dan Rumania di Eropa[9].
Pada
periode ketiga, 1566-1699 M merupakan masa kemunduran. Terbukti dengan adanya
tantangan untuk menghadapi tantangan dari kekuatan Austria di Eropa dan Dinasti
Shafawi di Asia. Persiapan tersebut berupa penyiapan benteng pertahanan di
Bosnia dan Hongaria[10].
Periode keempat, 1699-1839 M adalah masa surutnya kekuasaan Ustmani secara
berangsur-angsur dan pecahnya wilayah ke tangan
penguasa lokal. Periode kelima, 1839-1922 M, ditandai dengan kebangkitan
kultural dan administrasi negara dibawah pengaruh ide-ide Barat. Serangan musuh
semakin memuncak pada tahun 1912 saat pasukan
gabungan Balkan berhasil merebut seluruh wilayah Eropa, kecuali wilayah
di sekitar Istanbul.
Memasuki
abad 19, kekuasaan Turki atas Palestina mulai mengalami masa surut tidak ada
lagi perkembangan yang berarti, baik secara ekonomi maupun politik. Pasukan
Turki berhasil menghadang ekspansi Perancis pimpinan Napoleon Bona Parti di
Timur Tengah. Dibawah pemerintahan Mohammad Ali palestina mengalami kemajuan
besar. Dia membangun angkatan persenjata yang tangguh dan modern, mengamankan
jalur-jalur kota melakukan modernisasi di bidang pertanian, membangun
Indutrialisasi, mengembangkan sistem Administrasi serta mengijinkan suku-suku
Nomaden untuk menetap di Palestina. Beliau juga membina hubungan baik dengan
negara-negara barat hal tersebut di tunjukan dengan menggunakan para tenaga
ahli dalam membangunan ekonomi dan militer dalam rangka kebijaksanaan Reformasi
guna mengembangan sumber daya berkualitas. Mohammad Ali dapat di katakan
sebagai peletak dasar Modernisasi Palestina. Pada masa pemerintahannya banyak
orang-orang Yahudi yang kembali datang dan menetap di Palestina.
Pada
tahun 1840 dengan sisa kekuatan yang ada serta di bantu oleh Rusia, Turki
Usmani dapat kembali merebut Palestina. pada abad ini, kejayaan imperium Turki
Usmania mulai mengalami masa surut. Pemerintahan yang lemah, perpecahan
internal, serta persaingan negara-negara besar Eropa yang semakin Tajam secara
perlahan-lahan membawa imperium Turki Usmania ke ambang kehancuran.[11]
Kekalahan yang terjadi, baik dalam pertempuran maupun diplomasi mulai di alami
oleh Turki, Turki telah banyak kehilangan wilayah kekuasaanya di Eropa dan
adanya kebangkitan semangat Nasionalisme bangsa Arab justru menambah deretan
wilayah kekuasaan Imperium Turki Usmani. Antara tahun 1912-1920, Turki Usmani
telah kehilangan seluruh wilayah kekuasaannya di Balkan. Negara-negara baru
bermunculan seperti Libanon, Syiria, Palestina, Yordania dan Irak. Perang dunia I telah mengakhiri kelangsungan
Imperium Turki Usmani dalam Konferensi perdamaian di San Remo wilayah palestina
di serahkan pada pemerintahan mandat Inggris. Liga bangsa-bangsa mengesahkan pemerintah
Mandat Inggris atas wilayah Palestina, Yaitu persengketaan antara bangsa
Palestina dan bangsa Yahudi atas wilayah Palestina dan kota yang berlangsung
hingga sekarang.
3. Kesimpulan
Pemberontakan
Yahudi terhadap Romawi terjadi sekitar pada tahun 66 M, dapat digagalkan oleh
Titus Kaisar Romawi. Pemberontakan Romawi terhadap Yahudi semakin menjadi
karena mereka membakar segala rumah, ibadah, istana dan peninggalan bersejarah
bagi Bani Israel.hingga akhirnya mereka diusir dari Jerussalem dan meninggalkan
tanah kelahiran mereka. Dalam waktu yang singkat setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW, bangsa Arab telah melakukan ekspansi dengan membangun imperium yang
menguasai tiga benua. Membentang dari bagian Selatan Laut Tengah dan Pesisir
Samudra Atlantik hingga melewati perbatasan India dan Cina. Kehadiran bangsa
Arab secara cepat diterima dan berbaur dengan kehidupan melangsungkan
pernikahan dengan penduduk Palestina. Pada masa inilah orang-orang palestina
mengalami proses Arabisasi, baik secara etnis maupun kultur, serta sebagian
besar memeluk agama islam.
Bangsa Eropa menjadikan Jerusalem
sebagai pusat agama Nasrani dan bagian dari wilayah keuskupan Eropa.
Gereja-gereja yang telah hancur kembali direnovasi. Selain itu banyak dilakukan
pembangunan. Di berbagai bidang di Jerusalem. Komunitas Barat yang datang ke
Palestina berasal dari Prancis, yang kemudian menetap di Jerusalem. Setiap
tahunnya Jerusalem ramai dikunjungi oleh ribuan penziarah umat Nasrani.
kejayaan imperium Turki Usmania mulai mengalami masa surut. Pemerintahan yang
lemah, perpecahan internal, serta persaingan negara-negara besar Eropa yang
semakin Tajam secara perlahan-lahan membawa imperium Turki Usmania ke ambang
kehancuran. Negara-negara baru bermunculan seperti Libanon, Syiria, Palestina,
Yordania dan Irak. Perang dunia I telah
mengakhiri kelangsungan Imperium Turki Usmani dalam Konferensi perdamaian di
San Remo wilayah palestina di serahkan pada pemerintahan mandat Inggris.
4. Daftar Pustaka
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I, (Jakarta:Pustaka Alhusna,
1983), hlm.255.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI
Press,1985), hlm. 58.
Ahmad Syalaby, perbandingan
Agama: Agama Yahudi, terjemahan oleh Syamsudin Manaf, (Surabaya: Bina Ilmu,
1990), hlm.5.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 1998), hlm.77.
Paul Findley, Diplomasi Munafik ala Yahudi
Mengungkapkan Fakta Hubungan AS dan Israel, (Jakarta: Mizan, 1995), hlm. 121.
[1] Ahmad Syalaby, perbandingan Agama: Agama Yahudi,
terjemahan oleh Syamsudin Manaf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hlm.5.
[2] Paul Findley, Diplomasi Munafik
ala Yahudi Mengungkapkan Fakta Hubungan AS dan Israel, (Jakarta: Mizan, 1995),
hlm. 121.
[3] Henry Cattan, “The Status of
Jerussalem Under International Law and United Nations Resolutuions”, Journal of
Palestines Studies, Vol X/No.3, Spring 1981 hlm.3.
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
RajaGrafindo persada, 1998), hlm.77.
[5] Philip K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas, terj.
Usuluddin Hutagalung dkk, (Bandung: Sumur Bandung, t.th), hlm.209.
[6] Badri Yatim, op.cit., hlm.67.
[7] Harun Nasution, op.cit., Jilid I, (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 84.
[8] Syafiq A. Mughni, Sejarah
Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1999), 54.
[9] Badri Yatim, op.cit., hlm. 132.
[10] Zainal Abidin, Sejarah Islam dan
Umatnya, J. V, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 52.
[11] Atas keadaan tersebut, Turki
Usmania mendapat Julukan “The Sick Men of Europe”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar