Jumat, 18 Oktober 2013

HASIL-HASIL KEBUDAYAAN YANG TERPENTING YANG MENANDAI JAMAN MADYA

Pada jaman Madya Kebudayaan Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh agama Islam melainkan juga agama Kristen (Katolik dan Protestan), lain hanya di Bali yang memang bertahan dengan agama yang lama. Namun pada kenyataannya, yang memberi corak khusus dan perkembangannya mengubah Kebudayaan Indonesia hanyalah pengaruh-pengaruh dari agama Islam. Agama Kristen pengaruhnya hanya lapangan agama dan hidup keagamaan dan tidak menghasilkan ciptaan-ciptaan yang memberi ciri tertentu kepada Kebudayaan Indonesia jaman Madya. Lain juga dengan agama Hindu/Budha pada jaman Purba menentukan corak dan sifat kebudayaan Indonesia dan berlangsung di Bali menghadapi desakan agama Islam, dalam jaman madya perannya yaitu pembentukan kebudayaan baru yang tumbuh dan berkembang karena pengaruh Islam. Berbeda dari agama Kristen dan agama lama di Bali, Islam lebih besar dan meluas pengaruhnya atas hidup dan alam pikiran bangsa Indonesia seumumnya. Adapun hasil-hasil kebudayaan yang di tandai jaman madya yaitu :
1.      Masjid
Masjid merupakan tempat sujud atau tempat orang bersembahyang menurut peraturan Islam, dalam hadits yakni setiap jengkal tanah di atas permukaan bumi yang merupakan tempat sembahyang lima waktu atau salat al-jum’ah. Ada berbagai hal dari masjid-masjid di indonesia jaman madya yakni atapnya yang melingkupi ruang bujur sangkar, kubah sebagai .atap masjid menjadi ciri seni bangunan Islam. Tidak adanya menara, tempat muaddzin menyerukan adzan untuk melakukan salat dengan dilakukan pemukulan bedug atau tabuh terlebih dahulu. Hal yang menarik perhatian yakni mengenai letaknya dari masjid-masjid itu biasanya dekat dengan istana karena masjid sebagai tempat bersatunya raja dengan rakyatnya sebagai makhluk Ilahi karena masjid juga tempat yang suci. Halaman masjid biasanya dipenuhi dengan kuburan-kuburan yang nyata berasal dari jaman kemudian.
2.      Makam
Menurut peraturan Islam, jika seseorang meninggal (kecuali mati syahid), mayatnya dimandikan agar bersih kemudian dibungkus dengan kafan yaitu kain putih yang tidak dijahit. Di dalam kubur mayat itu diletakkan membujur Utara-Selatan dan miring ke kanan, agar mukanya menghadap ke Barat (kiblat). Pada hari-hari ke-3 ke-7 ke-40 ke-100 dan ke-1000 sesudah meninggalnya seseorang diadakan selamatan dimaksudnya sebagai pengantar rokhnya ke hadirat Ilahi. Selamatan-selamatan seperti ini unsur dari jaman purba yang hidup terus sesuai dengan Craddha sampai hari ke-1000 adalah upacara terakhir. Pada umumnya pemakaman letaknya di atas lereng sebuah bukit, tetapi banyak pula yang di tanah di datar saja. Contoh makam yang tertua berasal dari jaman Majapahit (Troloyo, Pase dan Makam Maulana Malik Ibrahim) tidak menunjukan cara pembagian halaman dan juga tidak diberi cungkub. Mungkin unsur jaman purba itu hanya hidup berkenaan dengan candi sedangkan dalam jaman madya makam itu menggantikan kedudukan candi. Mengenai makam-makam tua yang semuanya berasal dari jaman purba. Makam jaman purba yang diberi cungkub ialah makam Fatimah binti Maimun di Leran (tahun 1082) sebagai makam putri suwari atau Puteri Cempa. Cungkup-cungkup dalam jaman madya ada yang runcing dan ada pula yang memakai bubungan, yang beratap runcing itu dianggap paling tinggi atau suci, sedangkan yang memakai bubungan biasanya mengatapi sebuah bangsal yang terdapat banyak makam-makam berderet. Kunjungan ke makam itu dikenal dalam agama Islam sebagai “Ziarah” di Indonesia ziarah artinya kunjungan sesuatu makam atau sudah ada yang sejalan terlebih dulu dengan kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci dengan maksud melakukan pemujaan roh atau nenek moyang.
3.      Seni Ukir
Dalam agama Islam larangan untuk melukiskan sesuatu makhluk hidup, apalagi manusia. Seni pahat patung yang semikian majunya di dalam jaman purba tidak mendapatkan sama sekali dalam jama madya (kecuali di Bali). Dalam jama madya kepandaian-kepandaian pahat-memahat menjadi terbatas kepada seni ukir hias saja. Seni hias mengambil pola-polanya dari jaman purba yang terdiri dari daun-daunan, bunga-bungaan (teratai), bukit-bukit, pemandangan, dan garis-garis geometri. Contohnya di Troloyo, Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lain batu-batu nisan menjadi hasil kesenian tersendiri karena bentuknua maupun karena ukirannya. Corak dan pola-pola hiasan pada gapura Sendangduwur memiliki banyak persamaanya dengan gapura-gapura di ujung Selatan pulau Bali yaitu pada pura Ulu Watu dan Pura Sakena (di pulau Serangan) yang berasal dari jaman madya.
4.      Kesusasteraan
Kesusasteraan jaman madya berkembang di daerah sekitar Selat Malaka dan di Jawa, melayu sebagai pertumbuhan baru dan di Jawa sebagai perkembangan lebih lanjut dari kesusasteraan jaman purba. Kesusasteraan jaman madya kebanyakan hasil-hasil karya yang sampainya kepada masyarakat yang sekarang bentuknya yang baru yaitu dudah dirubah bahasa serta susunannya dan menjadi gubahan baru. Dengan demikian kesusasteraan madya tidak dapat kita turutkan kepada perjalanan sejarah. Mengenai corak dan isi, pertama pembagian berdasarkan sumbernya yang memberi bahan sesuai dengan jamannya, maka yang menandai hasil-hasil kesusasteraan jaman madya itu adalah pengaruh Islam. Terutama cerita-cerita dari Persia besar sekali pengaruhnya, bahkan menjadi sumber utama. Tidak ada bedanya dengan hasil kebudayaan lainnya, bahan-bahan dari jaman purba, sebagai lanjutan dari seni sastra jaman purba yang berkembang di Jawa. Gubahan-gubahan baru dari Mahabharata, Ramayana dan Pancatantra menjadikan antara lain: Hikayat Pandawa lima, hikayat Perang Pandawa Jawa, Hikayat Seni Rama, Hikayat Maharaja Rawana, Hikayyat Panjatanderan, dsb. Khusus di Jawa terdapat : Bratayuda, Serat Rama, Arjuna Sasrabahu, dsb. Satu sumber jaman purba lagi cerita “Panji” yang berasal dari Jawa dan tersebar ke seluruh Asia Tenggara. Dalam kesusasteraan jaman madya di daerah Melayu, dikenal: Sya’ir Ken Tambuhan, Lelakon Mesa Kumetir, Sya’ir Panji, Hikayat, Carita Wayang Kinudang, Hikayat Panji Kuda Semirang, Hikayat Cekel Waneng Pati, Hikayat Wila Kusuma dan Banyak lagi lainnya. Hikayat-hikayat semuanya tertulis dalam bentuk gancaran sedangkan dari hikayat yang sama tapi diubah dalam bentuk tembang tidak dinamakan “hikayat” melainkan “syair.
v  Suluk
Satu jenis kesusasteraan jaman madya yang terdiri sifatnya adalah disebut suluk, yaitu kitab-kitab yang membentangkan soal-soal tasawwul. Mengenai kitab-kitab suluk di Jawa ada beberapa yang dari bahasa dan susunannya terang harus berasal dari abad ke-16 sedangkan dari Sumatra dikenal berbagai Syair tidak berjudul  tetapi diketahui penulisnya yaitu Hamzah Pansuri dari Barus (seorang wali sekitar tahun 1600 M). Contoh dari kitab suluk yakni suluk sukarsa isinya tentang seseorang (ki Sukarsa) yang mencari ilmu sejati untuk mendapat kesempurnaan.
v  Hikayat
Sejumlah hikayat yaitu bahannya diambil dari Mahabharata, Ramayana dan Pancatantra, dan yang pokok ceritanya sudah diketahui dari jilid II. Sejumlah lalin lagi cukup kita ketahui cerita aslinya saja. Artinya cerita yang lengkap dan nantinya dipecah-pecah menjadi banyak sekali cerita tersendiri “cerita karangan”. Cerita yang meriwayatkan Panji Inu Kertapati, Amir Hamzah dan Bayan Budiman. Dari beberapa contoh cerita panji, berasal dari akhir jaman Majapahit dan dari sini tersebar ke Bali, Lombok, Sulawesi, Kalimantan, Malaysia, Thailand dan Kamboja yang menarik perhatian adalah persamaannya antara naskah Bali dengan naskah melayu. Pokok ceritanya yakni di Jawa ada 4 kerajaan Kuripan (Jenggala) Daha (Kediri), Gegelang dan Singasari yang rajai oleh empat saudara. Sebagai penutup ceritanya yakni Inu kertapati menjadi raja Keuripan dan batasari (saudara Candra Kirana) menjadi raja Daha.
v  Babad
Babad merupakan cerita yang biasanya lebih berupa cerita daripada uraian sejarah, meskipun yang menjadi pola adalah memang peristiwa sejarah. Cerita sejarah macam itu dikenal dari jaman purba seperti: pararaton, Usana Jawa, Usana Bali dsb. Ada pula Nagarakrtagama; kitab ini merupakan kitab sejarah betul-betul, meskipun disana-sisni dijumpai hal yang berlebih-lebihan atau memang sengaja dilebihkan oleh penulisnya. Kitab sejarah semacam inipun dijumpai dalam jaman madya. Dari beberapa contoh cerita sejarah negeri kedah atau hikayat Marong Mahawangsa, kitab ini sesungguhnya bukanlah sejarah, dan juga bukan babad, melainkan hikayat belaka.
5.      Hal-hal Lain
Adanya larangan agama Islam menggambarkan sesuatu makhluk hidup dan memperlihatkan sesuatu kemewahan, dalam jalam madya ada berbagai cabang kesenian yang kehilangan daya hidup atau paling sedikit terbatas kelangsungannya. Unsur-unsur dari jaman purba banyak juga perubahan ikut menyemarakan kebudayaan jaman madya misal Wayang purwa yang berlangsung terus dan pertunjukan wayang seringkali di jumpai dalam kitab-kitab hasil kesusasteraan jaman madya namun perlu diketahui bahwasanya seni drama dan seni tari tetap mengikuti jiwa yang sudah di Islamkan tersebut.

1 komentar: