Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah
kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli, pusat
Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada abad
ke-7 M. Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan kecil. Sriwijaya berkembang menjadi
kerajaan besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang berhasil
memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya. Dapunta hyang, yang dikatakan berangkat dari Minanga Tamwan, naik
perahu dengan membawa tentara. Ia datang di Matayap dan akhirnya membangun kota
yang di beri nama Sriwijaya, setelah berhasil menaklukan beberapa daerah,
karena pemilikan sidhayatra. Tentang Sidhayatra, menurut Coedes menganggap
sebagai perjalanan suci, sehingga diartikan sebagai perjalanan untuk memperoleh
kekuatan gaib. Sedangkan sumber dari luar, sumber dari Tiongkok, berasal dari
catatan perjalanan I-Tsing yang pergi ke tanah suci India, pada tahun 671 singgah
di Sriwijaya dan tinggal selama enam bulan untuk belajar paramasastra
sansekerta, setelah cukup kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke Melayu
dan singgah selama dua bulan. Adapun kapal yang digunakan disediakan oleh
Sriwijaya. Dari melayu I-Tsing melanjutkan kekedah setelah itu baru melanjutkan
ke india. Setelah beberapa lama di india kemudian I-Tsing pulang kembali ke
china, tetapi singgah lagi di sriwijaya
pada tahun690. Di sriwijaya tinggal sampai lima tahun lamanya baru kemudian
kembali ke kanton.
Dalam perjalanan I-tsing telah
menyebutkan bahwa di sebutkan sudah ada beberapa nama kerajaan, dari perjalanan
I-Tsing tersebut dapat disimpulkan tentang Sriwijaya antara lain:
1.
Dalam hal agama Budha Sriwijaya maju dengan pesat,
terbukti sebelum I-tsing ke india terlebih dahulu belajar di sriwijaya, baru
berlayar menuju Nalanda, yang berati pengaruh di Sriwijaya berasal dari
Nalanda.
2.
Pelayaran di Sriwijaya sudah maju karena Sriwijaya
menyediakann kapal untuk peziarah ke india.
3.
Agama Budha yang berkembang adalah Mahayana, dan
berkembang juga Tantrisme.
4.
Pada akhir abad
VII Sriwijaya telah menguasai Melayu yang mempunyai pusat pemerintahan di Jambi,
dan Tulang Bawang di Lampung.
Wilayah
Kekuasaan Sriwijaya
Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya
berupa prasasti dan berita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua,
yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari
luar negeri. Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti
Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga Batu (683), Kota Kapur
(686), Karang Berahi (686), Palas Pasemah dan Amoghapasa (1286). Sementara itu,
prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain; Ligor (775), Nalanda,
Piagam Laiden, Tanjore (1030 M), Canton (1075 M), Grahi (1183 M) dan Chaiya
(1230). Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri
adalah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan
record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Lingwai-
tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua.
Para sejarawan masih berbeda
pendapat tentang Sriwijaya yaitu awal berkembang dan berakhirnya serta lokasi
ibu kotanya. Menurut Coedes, Sriwijaya berkembang pada abad ke-7 di Palembang
dan runtuh pada abad ke-14. Pendapatnya didasarkan pada ditemukannya toponim
Shih Li Fo Shih dan San Fo Tsi. Menurutnya Shih Li Fo Shih merupakan perkataan
Cina untuk menyebut Sriwijaya. Sementara itu, San Fo Tsi yang ada pada sumber
Cina dari abad ke-9 sampai dengan abad ke-14 merupakan kependekan dari Shih Li
Fo Shih. Slamet Mulyana berpendapat lain, dia setuju dengan pendapat Coedes
yang menganggap bahwa Shih Li Fo Shih adalah Sriwijaya, namun San Fo Tsi tidak
sama dengan Shih Li Fo Shih. Menurutnya Sriwijaya berkembang sampai abad ke-9,
dan sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).
Mengenai ibu kota Sriwijaya, para ahli mendasarkan
pendapatnya pada daerah yang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit yaitu
Minanga. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 604 saka (682 M) ditemukan di
daerah Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
Nama
Prasasti yang tertera:
1.
Isi prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti
Talang Tuwo (disebelah Barat Palembang)
3. Prasasti
Kota Kapur
4. Prasasti
Siddhayatra
5. Prasasti
Telaga Batu
6. Prasasti
Karang Brahi
7. Prasasti
Ligor
Sriwijaya di bawah Kekuasaan
Balaputradewa
Menurut
prasasti Nalanda di keluarkan oleh Raja Benggala dewapaladewa di Nalanda hanya
mengetahui bahwa Raja Dewapala adalah dewa pengganti raja Darma Pala yang wafat
pada tahun kurang lebih 878 M, isinya tentang permintaan Maharaja Bala Putra
dari suarnadwipa kepada raja Dewapala untuk mendirikan Wihara di Nalanda.
Balaputra mengaku cucu Raja Sailendra dari jawa dan putra Samaratungga, lahir
dari Tara, Putri Raja Darmasetu. Dalam prasasti ini menimbulkan berbagai
persoalan, yakni siapa sebetulnya Raja Darmasetu itu? Adakah betul beliau itu
Raja Sriwijaya sehingga akibat perkawinan itu Balaputra memperoleh hak untuk
menjadi raja Sriwijaya. Identifikasi Yawabhumipala dengan Dharanindra dan
Samaratungga dengan Samaragrawira diterima sepenuhnya oleh De Casparis dalalm Prasasti Indonesia I. Ia mengggap
hubungan antara Daranindra dan Samaratungga sebagai hubungan antara bapak dan
Putra. Dari gaya bahasa di Prasasti Nalanda di Jelaskan pada waktu prasasti itu
di keluarkan, Sawagrawira telah wafat karena Samagrawira di samakan dengan
Samaratungga maka dapat diraba berkat analisis prasasti karang tengah dan
Gandasui, bahwa wafat samaragrawira yang disamakan dengan Samaratungga itu
anatara tahun 824 dan 832 M. Di jelaskan putranya Balaputradewa, telah beberapa
lama menetap di sumatera dan memerintah sebagai raja, karena pada prasasti
Nalanda di sebutkan bahwa Samaratungga menikah dengan putri Tara anak dari Sri
Darmasetu, dengan sendirinya Tara dianggap permaisuri Samaratungga. Karena pada
prasasti karang tengah Pramodawardani adalah putri dari samaratungga. Akibat
analisisi prasasti Nalanda itu maka nama balaputradewa sebagai putra
Samaratungga. Pendapat ini di pertahankan dalam prasasti Indonesia II.menyatakan untuk menghindarkan kesulitan
tentang balaputera di carikan jalan perkawinan dengan putri dari Sriwijaya
hubungan anatara balaputra dan pramudawardani seperti hubungan kakak dan adik
atau dua saudara sekandung. Seorang raja putra tidak mudah meninggalkan haknya atas
tahta dan pergi ketempat lain untuk menjadi raja akibat perkawinan. Akibat dari
perkawinan dengan salah seorang dari putri Sriwijaya, maka balaputra menjadi
raja di Sriwijaya setelah balaputera meninggalkan jawa, karena dijawa tidak
lagi rajaputra yang mewarisi tahta kerajaan karena peperangan saudara
balaputeradewa karena purang saudara balaputeradewa dengan rakapikatan dan
pramodawardani. Putri samaratungga telah di kawinkan dengan rakaepikatan.
Memperoleh sekedaar kekuasaan untuk memerintah sebagian dari jawa tengah.
Kemungkinan lain ialah bahwa balaputera belum dewasa ketika ayahnya meninggal
sehingga ia belum di ijinkan memerintah di jawa, balaptera melarikan diri
kesriwijaya kemudian menjadi raja di Sriwijaya Setelah balaputra kalah dari
perang di jawa,,ia melarikan diri kembali ke Sriwijaya, dan berhunbungan dengan
kerajaan di India yang menurut parasati Nalanda, bersahabat dengan raja
Benggala atau dengan Dewapala raja benggala yang berkuasa di Nalanda. Dan
membnagun biara beragama budha di nalanda. Dalam hal ini bahwa pada masa
pemerintahan balaputra, hanya terfokus pada bidang keagamaan dan perdagangan,
karena sriwijaya terletak pada jalur internasional menjadi
pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan
atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Menurut parasasti nalanda, pada waktu kerja
sama politik di benggala yang pusat agama budha mahayana di India. Pada masa
pemerintahan balaputra di suwarnadwipa atau sriwijaya, berhubungan erat dengan
kehidupan keagamaan di benggala, upacara peresmian Arca Manjusri di kelurak
pada tahun 782 di pimpin oleh pendeta Kumaraghosa, berasal dari benggala. Pada
waktu itu yang memerintah kerajaan benggala ialah Darmapala pusatnya di
Pataliputera. Beliau adalah raja yang terbesar di antara raja-raja yang pernah
memerintah Benggala. Pengganti beliau adalah raja Dewapala, yang mempunyai
hubungan erat dengan Balaputeradewa terkait dengan pengeluaran piagam Nalanda
atas permintaan Balaputera. Hubungan keagamaan di perluas menjadi hubungan
politik karena dasar pengeluaran piagam ialah tuntutan politik balaputera
mengenai hak atas tahta kerajaan di jawatengah kepada Rakaipikatan dan
pramudawardani yang dianggap merampas haknya tersebut. Hubungan dengan india
tetap dipelihara, Raja Cudamaniwarman dan Marawijaya dari rajakula Sailendra
melanjutkan hubungan yang telah dimulai oleh Balaputra untuk menghadapi
keruntuhan rakai pikatan diJawa. Sudah barang tentu, disamping tujuan politik,
persahabatan dengan india itu juga menyebabkan kelancaran perdagangan den
kesuburan kehidupan agama budha Mahayana. Persahabatan antara India selatan dan
sriwijaya tidak berlangsung dengan baik terus menerus. Karena raja yang
mempunyai hubungan baik dengan balaputra dewa telah wafat, dan digantikan oleh
rajendracola I pada tahun 1012, bahwa raja rajendracola mempunyai sikap berubah
terhadap raja di sriwijaya. Dengan sikapnyan ini raja rajendracola beserta
jendral-jendralnya memperluas wilayah sampai ke penghulu sungai gangga dan
srilanka, dan juga pengiriman angkatan laut oleh rajendracola ke semenanjung
dan sriwijaya di sekitar tahun 1025.
Perdagangan
Dalam
perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang arab
mencatat bahwa sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamfer, kayu baharu,
cengkeh, pala, kapulaga, gading, emas dan timah yang membuat raja sriwijaya
sekaya seperti raja-raja di india. Sriwijaya mengandalkan perdagangan sebagai
faktor kuat menompang ekonomi kerajaan tersebut karena sriwijaya mengontrol dua
pusat oerdagangan internasional, di Asia tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di
Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7 Pelabuhan Cham sebelah timur Indo-China mulai
mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Slamet.Sriwijaya..
.LkiS.Yogyakarta:2006
Handayani,Sri.Kerajaan-kerajaan
Tertua di Indonesia.Diktat kuliah jurusan FKIP sejarah.Jember:1989
Tidak ada komentar:
Posting Komentar