Selasa, 11 Desember 2012

Kerajaan Sriwijaya



Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada abad ke-7 M. Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan kecil. Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan besar setelah dipimpin oleh Dapunta Hyang. Dapunta Hyang berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Dapunta hyang, yang dikatakan berangkat dari Minanga Tamwan, naik perahu dengan membawa tentara. Ia datang di Matayap dan akhirnya membangun kota yang di beri nama Sriwijaya, setelah berhasil menaklukan beberapa daerah, karena pemilikan sidhayatra. Tentang Sidhayatra, menurut Coedes menganggap sebagai perjalanan suci, sehingga diartikan sebagai perjalanan untuk memperoleh kekuatan gaib. Sedangkan sumber dari luar, sumber dari Tiongkok, berasal dari catatan perjalanan I-Tsing yang pergi ke tanah suci India, pada tahun 671 singgah di Sriwijaya dan tinggal selama enam bulan untuk belajar paramasastra sansekerta, setelah cukup kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke Melayu dan singgah selama dua bulan. Adapun kapal yang digunakan disediakan oleh Sriwijaya. Dari melayu I-Tsing melanjutkan kekedah setelah itu baru melanjutkan ke india. Setelah beberapa lama di india kemudian I-Tsing pulang kembali ke china,  tetapi singgah lagi di sriwijaya pada tahun690. Di sriwijaya tinggal sampai lima tahun lamanya baru kemudian kembali ke kanton.
Dalam perjalanan I-tsing telah menyebutkan bahwa di sebutkan sudah ada beberapa nama kerajaan, dari perjalanan I-Tsing tersebut dapat disimpulkan tentang Sriwijaya antara lain:
1.      Dalam hal agama Budha Sriwijaya maju dengan pesat, terbukti sebelum I-tsing ke india terlebih dahulu belajar di sriwijaya, baru berlayar menuju Nalanda, yang berati pengaruh di Sriwijaya berasal dari Nalanda.
2.      Pelayaran di Sriwijaya sudah maju karena Sriwijaya menyediakann kapal untuk peziarah ke india.
3.      Agama Budha yang berkembang adalah Mahayana, dan berkembang juga Tantrisme.
4.       Pada akhir abad VII Sriwijaya telah menguasai Melayu yang mempunyai pusat pemerintahan di Jambi, dan Tulang Bawang di Lampung.


Wilayah Kekuasaan Sriwijaya
Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya berupa prasasti dan berita Cina. Sumber yang berupa prasasti terdiri atas dua, yaitu prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti yang berasal dari luar negeri. Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedukan Bukit (683 m), Talang Tuwo (684 m), Telaga Batu (683), Kota Kapur (686), Karang Berahi (686), Palas Pasemah dan Amoghapasa (1286). Sementara itu, prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain; Ligor (775), Nalanda, Piagam Laiden, Tanjore (1030 M), Canton (1075 M), Grahi (1183 M) dan Chaiya (1230). Begitu pula sumber naskah dan buku yang berasal dari dalam negeri adalah kitab Pararaton, sedangkan dari luar negeri antara lain kitab memoir dan record karya I-Tsing, Kronik dinasti Tang, Sung, dan Ming, kitab Lingwai- tai-ta karya Chou-ku-fei dan kitab Chu-fon-chi karya Chaou- fu hua.

Para sejarawan masih berbeda pendapat tentang Sriwijaya yaitu awal berkembang dan berakhirnya serta lokasi ibu kotanya. Menurut Coedes, Sriwijaya berkembang pada abad ke-7 di Palembang dan runtuh pada abad ke-14. Pendapatnya didasarkan pada ditemukannya toponim Shih Li Fo Shih dan San Fo Tsi. Menurutnya Shih Li Fo Shih merupakan perkataan Cina untuk menyebut Sriwijaya. Sementara itu, San Fo Tsi yang ada pada sumber Cina dari abad ke-9 sampai dengan abad ke-14 merupakan kependekan dari Shih Li Fo Shih. Slamet Mulyana berpendapat lain, dia setuju dengan pendapat Coedes yang menganggap bahwa Shih Li Fo Shih adalah Sriwijaya, namun San Fo Tsi tidak sama dengan Shih Li Fo Shih. Menurutnya Sriwijaya berkembang sampai abad ke-9, dan sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).

Mengenai ibu kota Sriwijaya, para ahli mendasarkan pendapatnya pada daerah yang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit yaitu Minanga. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 604 saka (682 M) ditemukan di daerah Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang.

Nama Prasasti yang tertera:
1.      Isi prasasti Kedukan Bukit
2.      Prasasti Talang Tuwo (disebelah Barat Palembang)
3.      Prasasti Kota Kapur
4.      Prasasti Siddhayatra
5.      Prasasti Telaga Batu
6.      Prasasti Karang Brahi
7.      Prasasti Ligor
Sriwijaya di bawah Kekuasaan Balaputradewa
            Menurut prasasti Nalanda di keluarkan oleh Raja Benggala dewapaladewa di Nalanda hanya mengetahui bahwa Raja Dewapala adalah dewa pengganti raja Darma Pala yang wafat pada tahun kurang lebih 878 M, isinya tentang permintaan Maharaja Bala Putra dari suarnadwipa kepada raja Dewapala untuk mendirikan Wihara di Nalanda. Balaputra mengaku cucu Raja Sailendra dari jawa dan putra Samaratungga, lahir dari Tara, Putri Raja Darmasetu. Dalam prasasti ini menimbulkan berbagai persoalan, yakni siapa sebetulnya Raja Darmasetu itu? Adakah betul beliau itu Raja Sriwijaya sehingga akibat perkawinan itu Balaputra memperoleh hak untuk menjadi raja Sriwijaya. Identifikasi Yawabhumipala dengan Dharanindra dan Samaratungga dengan Samaragrawira diterima sepenuhnya oleh De Casparis dalalm Prasasti Indonesia I. Ia mengggap hubungan antara Daranindra dan Samaratungga sebagai hubungan antara bapak dan Putra. Dari gaya bahasa di Prasasti Nalanda di Jelaskan pada waktu prasasti itu di keluarkan, Sawagrawira telah wafat karena Samagrawira di samakan dengan Samaratungga maka dapat diraba berkat analisis prasasti karang tengah dan Gandasui, bahwa wafat samaragrawira yang disamakan dengan Samaratungga itu anatara tahun 824 dan 832 M. Di jelaskan putranya Balaputradewa, telah beberapa lama menetap di sumatera dan memerintah sebagai raja, karena pada prasasti Nalanda di sebutkan bahwa Samaratungga menikah dengan putri Tara anak dari Sri Darmasetu, dengan sendirinya Tara dianggap permaisuri Samaratungga. Karena pada prasasti karang tengah Pramodawardani adalah putri dari samaratungga. Akibat analisisi prasasti Nalanda itu maka nama balaputradewa sebagai putra Samaratungga. Pendapat ini di pertahankan dalam prasasti Indonesia II.menyatakan untuk menghindarkan kesulitan tentang balaputera di carikan jalan perkawinan dengan putri dari Sriwijaya hubungan anatara balaputra dan pramudawardani seperti hubungan kakak dan adik atau dua saudara sekandung. Seorang raja putra tidak mudah meninggalkan haknya atas tahta dan pergi ketempat lain untuk menjadi raja akibat perkawinan. Akibat dari perkawinan dengan salah seorang dari putri Sriwijaya, maka balaputra menjadi raja di Sriwijaya setelah balaputera meninggalkan jawa, karena dijawa tidak lagi rajaputra yang mewarisi tahta kerajaan karena peperangan saudara balaputeradewa karena purang saudara balaputeradewa dengan rakapikatan dan pramodawardani. Putri samaratungga telah di kawinkan dengan rakaepikatan. Memperoleh sekedaar kekuasaan untuk memerintah sebagian dari jawa tengah. Kemungkinan lain ialah bahwa balaputera belum dewasa ketika ayahnya meninggal sehingga ia belum di ijinkan memerintah di jawa, balaptera melarikan diri kesriwijaya kemudian menjadi raja di Sriwijaya Setelah balaputra kalah dari perang di jawa,,ia melarikan diri kembali ke Sriwijaya, dan berhunbungan dengan kerajaan di India yang menurut parasati Nalanda, bersahabat dengan raja Benggala atau dengan Dewapala raja benggala yang berkuasa di Nalanda. Dan membnagun biara beragama budha di nalanda. Dalam hal ini bahwa pada masa pemerintahan balaputra, hanya terfokus pada bidang keagamaan dan perdagangan, karena sriwijaya terletak pada jalur internasional menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Menurut parasasti nalanda, pada waktu kerja sama politik di benggala yang pusat agama budha mahayana di India. Pada masa pemerintahan balaputra di suwarnadwipa atau sriwijaya, berhubungan erat dengan kehidupan keagamaan di benggala, upacara peresmian Arca Manjusri di kelurak pada tahun 782 di pimpin oleh pendeta Kumaraghosa, berasal dari benggala. Pada waktu itu yang memerintah kerajaan benggala ialah Darmapala pusatnya di Pataliputera. Beliau adalah raja yang terbesar di antara raja-raja yang pernah memerintah Benggala. Pengganti beliau adalah raja Dewapala, yang mempunyai hubungan erat dengan Balaputeradewa terkait dengan pengeluaran piagam Nalanda atas permintaan Balaputera. Hubungan keagamaan di perluas menjadi hubungan politik karena dasar pengeluaran piagam ialah tuntutan politik balaputera mengenai hak atas tahta kerajaan di jawatengah kepada Rakaipikatan dan pramudawardani yang dianggap merampas haknya tersebut. Hubungan dengan india tetap dipelihara, Raja Cudamaniwarman dan Marawijaya dari rajakula Sailendra melanjutkan hubungan yang telah dimulai oleh Balaputra untuk menghadapi keruntuhan rakai pikatan diJawa. Sudah barang tentu, disamping tujuan politik, persahabatan dengan india itu juga menyebabkan kelancaran perdagangan den kesuburan kehidupan agama budha Mahayana. Persahabatan antara India selatan dan sriwijaya tidak berlangsung dengan baik terus menerus. Karena raja yang mempunyai hubungan baik dengan balaputra dewa telah wafat, dan digantikan oleh rajendracola I pada tahun 1012, bahwa raja rajendracola mempunyai sikap berubah terhadap raja di sriwijaya. Dengan sikapnyan ini raja rajendracola beserta jendral-jendralnya memperluas wilayah sampai ke penghulu sungai gangga dan srilanka, dan juga pengiriman angkatan laut oleh rajendracola ke semenanjung dan sriwijaya di sekitar tahun 1025.
Perdagangan
            Dalam perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang arab mencatat bahwa sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamfer, kayu baharu, cengkeh, pala, kapulaga, gading, emas dan timah yang membuat raja sriwijaya sekaya seperti raja-raja di india. Sriwijaya mengandalkan perdagangan sebagai faktor kuat menompang ekonomi kerajaan tersebut karena sriwijaya mengontrol dua pusat oerdagangan internasional, di Asia tenggara. Berdasarkan observasi,  ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7 Pelabuhan Cham sebelah timur Indo-China mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya.








DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Slamet.Sriwijaya.. .LkiS.Yogyakarta:2006
Handayani,Sri.Kerajaan-kerajaan Tertua di Indonesia.Diktat kuliah jurusan FKIP sejarah.Jember:1989
Copyright © 2011-2012 Jamaris Online - All Rights Reserved
Themes by Tricks-Collections Edited by JO Created by Tricks-Collections.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar