Berbicara konflik Indonesia-Belanda 1945-1949, sebenarnya kan berkaitan dengan proses dekolonisasi. Sejak tahun 1945, ketika Belanda kembali ke Indonesia, targetnya kan jelas. Yaitu Belanda angkat kaki, tapi dengan legowo dan tidak meninggalkan permusuhan. Waktu awalnya perundingan tawar-menawar tidak jauh dari pidato Ratu Wilhelmina 7 Desember 1942, yaitu Belanda berkuasa lagi sebagai kolonialis tapi bukan dengan gaya sebelum perang dan yang penting janji kemerdekaan itu ada. Tapi kapan ? Kepastian ini amat sumir. Makanya rakyat bersenjata tidak bisa terima.
Meskipun kedua pemerintah berusaha
agar tidak saling bunuh, tapi suasananya sudah bersifat konflik bersenjata.
Pokoknya "No War no Peace"lah. Karena ditekan Inggris, Indonesia-Belanda
ahirnya berunding dan berunding lagi. Ketika Hoge Veluwe, pada bulan April 1946
itu kenyataan yang engga bisa dihindari bahwa undang-undang dasar Belanda tidak
mungkin memberikan konsesi lebih jauh dari itu, disamping Belanda akan menyelenggarakan
pemilihan umum pada bulan Mei 1946. Perimbangan politik yang mendukung Kolonial
jalan terus atau bubar amat tipis.(PvdA tidak keberatan Kolonial angkat kaki
dari Indonesia, sedangkan KVP ditambah kaum liberal yang tidak mau rugi mengharapkan
bisa bertahan terus).
Cilakanya kaum pro Kolonial menang
tipis sehingga Beel naik jadi Perana Menteri. Makanya Belanda terus
mendatangkan pasukan ke Indonesia. Gencatan senjata yang terjadi pada bulan
September-Oktober 1946 itu bukan Armitice tetapi Truce atau sekedar penghentian
permusuhan semata. Untungnya atas persetujuan parlemen Belanda, dibentuk komisi
jenderal yang ketuanya adalah mantan Perdana menteri Schermerhorn (dari PvdA).
Komisi Jenderal itu tugasnya sebagai delegasi Belanda untuk berunding dengan delegasi
Indonesia, kalau perlu dengan Presiden Soekarno. Sebagai penengah Inggris
mengirim diplomat kawakannya, Lord Killearn. Maka pada bulan Oktober dan
November 1946, diadakanlah perundingan Indonesia Belanda di Jakarta dengan
puncaknya di Linggajati Kuningan Jawa Barat. Hasilnya Belanda mengakui R.I
(yang diproklamir tanggal 17 Agustus 1945) secara defakto meliputi Jawa dan
Sumatera.
Akan dibentuk Negara Indonesia
Serikat yang akan mengambil oper seluruh bekas jajahan Hindia Belanda dan
dibentuknya suatu Uni Indonesia-Belanda dimana ketuanya adalah Ratu Belanda.
Hasil perundingan ini yang berbentuk persetujuan, diparaf pada tanggal 15
November 1946. Pihak Indonesia tidak mendapat halangan berat untuk meratifikasi
dalam sidang KNIP (februari 1947), tapi di Belanda perundingan parlemen cukup
alot. Makanya yang muncul hasil perundingan November 1946 yang ditambah dengan
penjelasan-penjelasan akibat interpretasi sepihak. Sampai saat ini para
sejarawan Indonesia dan Belanda menganggap adanya dua macam hasil perundingan
Linggajati.
Yang pertama yang telah diparaf
tahun 1946 dan yang kedua setelah diolah oleh parlemen Belanda itu yang dikenal
sebagai "Linggajati yang disandangi".Tapi ahirnya pada 25 Maret 1947
Persetujuan Linggajati jadi juga ditanda tangani. Tapi suasana ini sudah tidak
sebaik tahun 1946. Bau mesiu sudah menyengat sekali. Aksi Polisionil Belanda
yang pertama yang dimulai tgl 21 Juli 1947, tidak mendatangkan kemajuan
berarti, makanya Indonesia-Belanda berunding lagi. Sekarang ditengahi PBB yaitu
yang namanya Komisi Tiga Negara (KTN terdiri dari Australia, belgia dan Amerika
Serikat). Tempat perundingan diatas kapal Amerika USS Renville. Perundingan
dilanjutkan di Kaliurang Yogyakarta. Beel mantan Perdana Menteri Belanda
diangkat menjadi Wakil Mahkota Belanda. Meskipun pangkatnya lebih tinggi, tapi
resminya kan menggantikan van Mook sebagai penguasa Hindia Belanda. Konsep
tokoh KVP ini adalah Pemerintahan Interim dimana Belanda masih berkuasa. Kapan
itu berahir ?. Karena dianggap pihak R.I, sudah tidak mungkin diajak berunding
lagi, maka diadakanlah Aksi Polisionil Belanda ke II yang tujuannya meniadakan
R.I. Ibukota Yogya diserbu pada tanggal 19 Desember 1948.
Sekarang dunia yang memprotes dan
menganggap Belanda melakukan agresinya. Resolusi dikeluarkan sehingga tercapai
gencatan senjata lagi. Ada 4 tempat Belanda-Indonesia berkonflik secara
diplomatik dan Militer. Pertama dalam perdebatan diplomasi dalam sidang PBB
antara Palar dan Dr Coa Sek In dengan van Roijen. Yang kedua secara militer di
Jawa dan Sumatera pada basis-basis gerilya antara Soedirman dan Spoor. Yang
ketiga di Bangka antara Hatta sebagai pimpinan bangsa mantan Peradana menteri
dengan pihak Belanda (tentu saja Beel) termasuk dengan kedatangan Perdana
menteri Drees pada bulan Januari 1949. Ini ditengahi KTN dengan Tokohnya Cocran
(Amerika Serikat), Heremans (Belgia) dan Critchly (Australia).
Dalam hal Bangka BFO
(permusyawaratan negara Federal) dengan ketuanya Anak Agung Gde Agung bermain
sangat manis. Seyogyanya mereka merupakan alat Beel untuk menggolkan sistim
pemerintahan interim, tapi justru berhasil berunding dengan para pemimpin RI di
Bangka yang memunculkan rencana menyelenggarakan Konperensi Inter Indonesia.
Beel gagal total sehingga minta mundur. Sedangkan Jenderal Spoor mati misterius.
Yang keempat adalah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) dengan
ketuanya Sjafroedin Prawiranegara. Dengan adanya PDRI yang menerima mandat saat
Yogya diserang, maka pemeritah RI tetap eksis sehingga, Soedirman punya dasar
untuk terus bergerilya. Demikian pula Palar dan Coa Sek In tetap bisa berdebat
dengan van Roijen di New York sehingga PBB yang kini merubah KTN menjadi UNCI
(United Nation Comission for Indonesia) dapat terus mendesak kedua pihak untuk
berunding.
Atas tekanan Amerikalah, Belanda
(antara lain berkaitan dengan Marshal Plan) harus menerima resolusi PBB guna
memulai perundingan Meja Bundar di Den Haag. Tapi sebelum itu Pemerintahan R.I
harus dikembalikan lagi ke Yogya. Mengawali Konperensi Inter Indonesia,
diadakan pernyataan Bersama Roem-Roijen sebagai wakil Soekarno-Hatta dan
Pemerintah Belanda. Ketika Sjafroedin Prawiranegara mengembalikan mandatnya
dengan lebih dahulu tentara Belanda ditarik dari wilayah Republi kemudian Bung
Karno dan Bung Hatta kembali ke Yogya. Maka Pemerintahan R.I pun berlaku
kembali. Setelah Konperensi Meja Bundar yang berlangsung pada Agustus 1949,
maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat. Soekarno diangkat sebagai
Presiden RIS dan Hatta sebagai Wakil Presidennya merangkap Perdana menteri.
Mereka dilantik pada Bulan Desember
1949 sebelum berlangsungnya Penyerahan Kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia
pada tanggal 27 Desember 1949. Republik Indonesia ada sejak tanggal 17 Agustus
1945, Tetapi RIS baru ada sejak Desember 1949 atau resmi sebagai negara
berdaulat pada tanggal 27 desember 1949 itu. Demikianlah kenyataan sejarah R.I
dalam struktur yang kita kenal sampai sekarang. Tanpa mau menutupi, umur RIS
tidak lama karena secara sepihak RI telah meniadakannya dengan kembali kepada
negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar